Layanan instant messenger sedang marak
belakangan ini. Banyak user mengunduhnya, bahkan menempati posisi atas
dalam daftar unduhan terbanyak di toko aplikasi seperti Google
Play. Sebut saja Line, Kakao Talk, WeChat dan WhatsApp. Keempat layanan
messenger tersebut terindikasi sedang populer di mata
penggunanya. Sebenarnya, siapa yang menciptakan keempat layanan
messaging itu? Berikut kisah kelahirannya yang disaringkan dari berbagai
sumber. Lalu bagaimana perkembangan dan upaya para pemain instant
messanger dalam merebut hati konsumen di Indonesia?
Sejarah
1. Line
Line adalah aplikasi messaging yang dibuat oleh perusahaan NHN Corporation asal Korea Selatan. NHN Corporation juga mengoperasikan Naver, mesin cari online terbesar di Korea Selatan. Line diluncurkan pada 23 Juni 2011 oleh NHN cabang Jepang setelah terjadinya gempa bumi di Jepang. NHN Jepang menyadari kerusakan besar di sistem komunikasi dan menemukan bahwa layanan data akan bekerja lebih efisien. Maka mereka memutuskan membuat aplikasi yang bisa diakses melalui smartphone, tablet dan desktop untuk melakukan instant messaging secara gratis. Lalu darimana asal nama Line? Nama ini terispirasi dari antrean banyak orang di telepon publik setelah gempa terjadi. Tak dinyana, Line sangat diminati dan berkembang pesar. Bahkan pada Oktober 2011, layanan ini sempat mengalami overload dan terganggu karena banyaknya pengguna.
Line awalnya didesain untuk Android dan
iOS, kemudian berekspansi ke Windows Phone dan komputer desktop. Versi
untuk BlackBerry dirilis pada Oktober 2012 dan untuk Nokia Asha pada
akhir Maret 2013. Pada bulan November 2012, pengguna Line sudah mencapai
74 juta di seluruh dunia. Dan pada 2 Mei 2013, penggunanya menembus
angka 150 juta. Line memang giat berekspansi di berbagai negara. Salah
satu cara mereka mendulang uang adalah dengan menjual stiker virtual,
yang bisa dikirimkan saat chatting. Pasar terbesar Line adalah di
negara-negara Asia termasuk Indonesia. Di Jepang saja, penggunanya lebih
dari 40 juta. Namun kini, mereka akan berkespansi serius ke wilaya lain
seperti Amerika Serikat di mana mereka mendirikan kantor. ”Kantor di
Amerika Serikat ini juga akan mengendalikan operasional di Amerika Latin
dan negara Eropa,” kata Jeanie Han, CEO Line Amarika Serikat.
2. Kakao Talk
Kakao Talk dirilis pada 18 Maret 2010
oleh Kakao Corp, perusahaan asal Korea Selatan. Pendirinya, Beom Soo Kim
adalah mantan CEO NHN Corporation. Kakao Talk berbasis di Seoul. Saat
ini, layanan tersebut bisa dipakai di platform iOS, Android dan Windows
Phone. Pada bulan Maret 2013, jumlah penggunanya sudah menembus 88
juta. Kakao Talk kemudian berekspansi secara global. Pada Juli 2011,
Kakao Corp mendirikan cabang di Jepang yang dinamakan Kakao Japan. Kakao
Talk pun menuai popularitas di Negara Sakura. Terutama saat musibah
gempa terjadi, Kakao Talk menjadi salah satu layanan favorit untuk
berkomunikasi.
Kakao Talk terus mengepakkan sayap
bisnisnya di mancanegara, antara lain dengan menerjemahkan layanannya ke
berbagai bahasa. Termasuk bahasa Jerman, Portugis, sampai Spanyol. Di
Indonesia dan Vietnam misalnya, Kakao Talk gencar beriklan bersama para
artis terkenal. Untuk menghasilkan uang Kakao Talk melakukan berbagai
cara. Misalnya dengan menjual item digital seperti emoticon. Juga
bekerjasama dengan beberapa artis dalam penjualan tersebut. Metodenya,
artis atau brand bisa bekerja sama dengan Kakao untuk menciptakan
emoticon dan dijual pada fans. Kemudian profit yang dihasilkan akan
dibagi menutut kesepakatan.
3. WhatsApp
WhatsApp Inc didirikan pada tahun 2009
oleh dua orang pria bernama Brian Acton dan Jan Koum. Keduanya adalah
mantan pekerja senior di raksasa online Yahoo. Keduanya sudah bekerja di
Yahoo dalam waktu sekitar 20 tahun. Jan Koum yang awalnya punya ide
menciptakan sebuah aplikasi yang bisa mem-broadcast status ketika
seseorang tidak dapat dihubungi karena alasan tertentu. Koum pun
mengajak Acton untuk bekerja sama dengannya. Jadilah kemudian mereka
menciptakan perusahaan start up teknologi bernama WhatsApp Inc yang
berlokasi di Santa Clara, California. Namun aplikasi broadcast status
tersebut hanya menarik perhatian sedikit orang. Barulah ketika mereka
mennambahkan fungsi messaging pada paruh kedua 2009, WhatsApp pun
meledak. WhatsApp Inc kabarnya hanya mempekerjakan sekitar 20 orang. Di
mana sebagian besar di antaranya adalah teknisi.
Data terbaru pada bulan Agustus 2012,
WhatsApp mengirimkan 10 miliar pesan per hari dari penggunanya di
seluruh dunia. Padahal bulan April 2012, ‘baru’ 2 miliar pesan
dikirimkan. WhatsApp tersedia untuk semua sistem operasi mobile yang
masih eksis. Dari iOS, Android, BlackBerry OS, BlackBery 10, Nokia
Symbian, Nokia Series 40 dan juga Windows Phone. WhatsApp sejatinya
tidak sepenuhnya gratis. Aplikasi WhatsApp di iPhone bisa digunakan
cuma-cuma selama setahun, kemudian diwajibkan membayar. Demikian juga di
platform lainnya. Pihak WhatsApp menyatakan pihaknya memang sengaja
menarik ongkos dengan imbalan sebuah produk yang bisa diandalkan dan
tanpa iklan. Sejak awal, aplikasi ini sudah dirancang berbayar sehingga
tim WhatsApp bisa fokus mengembangkan produk. ”Kami ingin menghabiskan
waktu membuat layanan yang ingin digunakan orang karena bekerja dengan
baik dan membuat hidup mereka lebih baik. Kami tahu bisa menarik bayaran
jika melakukan itu,” kata Jan Koum.
4. WeChat
Layanan messaging WeChat dikembangkan
oleh Tencent Holding, perusahaan TI raksasa asal China. Proyek WeChat
dimulai pada Oktober 2010 di Tencent Guangzhou Research and Project
Center. Nama awalnya adalah Weixin yang diusulkan oleh Ma Huateng, CEO
Tencent. Pada April 2011, Weixin diubah namanya menjadi WeChat karena
akan diekspansi secara internasional. Pada Mei 2011, jumlah pengguna
WeChat sekitar 5 juta user. Pada akhir 2011, sudah mencapai 50 juta
user. Dan menembus angka 100 juta user pada Maret 2012. WeChat tersedia
untuk Android, iPhone, BlackBerry, Windows Phone dan Symbian. Dan
mendukung berbagai bahasa termasuk Spanyol, Portugis, Indonesia sampai
Thailand.
Di tengah popularitasnya yang sedang
menanjak, WeChat diisukan bakal dibuat menjadi layanan berbayar. Jelas
saja, hal ini disayangkan pengguna. Namun bos WeChat cepat-cepat
menampik isu tersebut. Dalam pernyataannya seperti dilansir Xinhua, Liu
Chiping selaku President Tencent — induk usaha WeChat — menegaskan bahwa
WeChat akan tetap gratis. Pernyataan ini sekaligus membantah kabar yang
dilontarkan Menteri Industri dan Teknologi Informasi China, Miao Wei,
yang menyatakan jika operator telekomunikasi tengah mempertimbangkan
untuk menetapkan biaya penggunaan layanan WeChat. Sejak diluncurkan dua
tahun yang lalu oleh Tencent, raksasa internet asal China, pengguna
WeChat telah menembus 300 juta secara global, termasuk di Indonesia.
April kemarin merupakan minggu yang
sibuk, 3 aplikasi messaging mengadakan acara sekaligus di minggu yang
sama. Aplikasi-aplikasi tersebut adalah KakaoTalk, Line dan juga WeChat
yang kesemuanya merupakan aplikasi pengirim pesan yang dikembangkan di
negara maju di Asia. KakaoTalk merupakan aplikasi messaging paling
populer di Korea Selatan (88% market share), Line yang besar di Jepang
(44% market share) dan WeChat memiliki basis pengguna cukup besar di
China.
Beberapa pemain di segmen ini seperti
WhatsApp cenderung lebih santai dan tidak se-agresif pesaingnya dari
Asia, mungkin karena saat ini bisa dibilang WhatsApp merupakan pemain
utama selain BlackBerry Messenger di kota-kota besar di Indonesia.
Beberapa perusahaan seperti Samsung, Nokia, Facebook, Microsoft juga
sudah memiliki produk messagingnya sendiri, semuanya berpegangan pada
fakta bahwa masyarakat Indonesia suka chatting terutama lewat mobile.
Namun faktanya adalah, dari para pemain
di segmen ini kemungkinan besar hanya satu-dua yang akan survive dengan
market share signifikan di Indonesia. Lalu, pertanyaan besarnya adalah:
bagaimana caranya agar para pemain di bidang ini mampu menggaet market
share di Indonesia?
“Kecepatan aplikasi dan kehandalah
pengiriman pesan”, kata Aria Rajasa (Tees Indonesia) dan Api Perdana
(NgaturDuit) ketika ditanyakan mengenai persaingan ini. Memang
aplikasi-aplikasi ini dibuat sesuai dengan standard kecepatan internet
dari negaranya masing-masing, yang ketika diaplikasikan di Indonesia
menjadi kurang efektif. Beberapa aplikasi ini cenderung rakus bandwidth
dengan emoticon dan fitur-fitur lain yang harus terkoneksi dengan
internet, hal ini menyebabkan bottleneck akses data dan aplikasi-pun
menjadi lambat.
Agus Mulyono, founder Kartunama.net,
memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Agus, para pemain di segmen ini
harus mengusahakan agar aplikasinya tersedia di semua platform yang
ada, mulai dari high-end sampai ke low-end. “Langkah selanjutnya:
bekerjasama dengan produsen smartphone dan pastikan aplikasi di-preload
ke handset. Pendapat lain datang dari Dondy Bappedyanto (Infinys System
Indonesia), “target pasar yang menggunakan handphone murah, fokus ke
low-end”. Dondy berpendapat bahwa pemain di pasar ini cenderung belum
banyak, tidak lupa juga karena skala pasar yang lebih besar dibandingkan
high-end.
Selain kecepatan aplikasi secara teknis,
speed-to-market juga sangat berperan di tengah persaingan yang secepat
ini. Kemungkinan lebih besar untuk bisa memenangkan pasar jika pemain
tersebut masuk terlebih dahulu ketimbang pesaingnya, tentu saja dengan
menimbang faktor kenyamanan produk terlebih dahulu. Persaingan seperti
ini mirip seperti persaingan di industri telekomunikasi, dimana semuanya
bergerak sangat cepat agar terlebih dahulu keluar dengan produk yang
inovatif dibandingkan pesaingnya.
Ada satu hal lagi yang menurut saya
sangat penting bagi para pemain aplikasi messaging untuk memenangkan
persaingan: Partnership. Menjalin kerjasama dengan penyedia konten dan
distribusi sepertinya krusial di tahap ini terutama bagi pemain aplikasi
messaging yang kesemuanya berasal dari luar Indonesia. Penyedia konten,
komunitas, perusahaan telko, produsen handphone, merupakan perusahaan
yang harus didekati oleh para pemain ini untuk memulai ekspansi ke pasar
Indonesia. Namun tidak berhenti sampai disitu dan tidak sembarangan,
kerjasama dengan perusahaan yang salah juga bisa berakhir dengan tidak
tercapainya target.
Yang pasti, tahun ini merupakan tahun
yang exciting sekaligus keras untuk para pemain aplikasi messaging
KakaoTalk, Line, WeChat dan WhatsApp. Yang mana yang akan menang? Waktu
yang akan membuktikan.
Sebenarnya instant messanger lokal buatan anak bangsa sudah ada di Android Market, yaitu Catfiz.
Banyaknya layanan instant messaging yang
tersedia bisa menjadi pilihan. Mulai layanan lintasplatform seperti
Yahoo! Messenger, Google Talk, atau Whatsapp, hingga yang eksklusif satu
platform seperti Blackberry Messenger atau kerap disingkat BBM.
Satu pengembang dari Indonesia, tepatnya
Surabaya, berupaya untuk memperkenalkan aplikasi messaging yang didesain
khusus untuk ponsel Android yakni Catfiz. Sejak diperkenalkan 28
Oktober 2011, aplikasi ini mengambil pola yang tidak lazim untuk
memasyarakatkan produknya. Salah satunya, memilih untuk tidak
menggunakan Android Market untuk lokasi pengunduhan tapi di website
pribadinya.
Salah satu pendiri Catfiz Development
Team, Aryo Nugroho, mengungkapkan bahwa aplikasi ini sengaja dipasarkan
dengan mulut ke mulut. Memasyarakatkan sebuah aplikasi menggunakan
jejaring sosial lain lain seperti Facebook, Twitter, maupun forum Kaskus
dianggap Aryo lebih efektif.
Pasalnya, dia meyakini bahwa pasar
Android di Indonesia sangatlah besar dengan penyerapan produk yang
tinggi serta demografi masyarakat yang didominasi usia produktif.
Fitur yang diperkenalkan dalam Catfiz
adalah diskusi dalam grup-grup yang bisa dibuat sendiri. Selain itu,
pengguna Android memiliki kode identifikasi khusus yakni NIC. Namun,
tidak seperti PIN dalam BB, pengguna Catfiz bisa memohon untuk mengganti
NIC mereka dengan kode yang lebih mudah dihafal dan diingat. Dengan
kata lain, memesan “kode cantik”.
Meski tidak lazim, sejak diperkenalkan
hingga kini, Catfiz sudah diunduh hampir 70.000 pengguna. Aryo mengklaim
bahwa penggunanya berasal tidak hanya dari Pulau Jawa saja. Bahkan,
beberapa saat sebelumnya ada pula pengguna dari Saudi Arabia yang ikut
mengunduh dan bergabung dalam percakapan.
Hingga kini, Catfiz masih berstatus beta
alias belum full version. Aryo mengatakan bahwa aplikasi tersebut masih
rutin diperbaharui dan direncanakan untuk rilis pada tahun mendatang
meski belum menyebut tanggal spesifik.
Dia menjanjikan bahwa aplikasi ini bakal
selamanya gratis alias pengguna tidak perlu mengeluarkan uang untuk
mengunduhnya, meski dia mengungkapkan bahwa aplikasi ini bisa digunakan
untuk kegiatan ekonomi seperti konten premium pada versi mendatang.
Bila dilafalkan, Catfiz terdengar seperti
‘catfish’, atau ‘lele’ dalam bahasa Inggris. Hal itu juga diakui oleh
Aryo sebagai falsafah aplikasi itu. Lele, ujar Aryo, adalah binatang
yang gampang dikembangbiakkan serta mudah beradaptasi di semua tempat di
Indonesia. Harapannya, aplikasi tersebut bisa mempersatukan para
pengguna ponsel Android di Indonesia.sumber:disini